Wednesday, 4 December 2013

Gelandang tua

Terbaring lesu tubuhmu di pinggir jalan raya
Dipandang jelek dari ekor mata
Diseranah mereka yang berlalu-lalang
Yang harapannya telah lama mati telah lama hilang
Terhadapmu, gelandang tua.

Ada genangan
Yang tertiris dari mata
Ada tanya
Yang kering keringatnya
Merungkai jawapan tentang dirimu
Duhai gelandang tua ,
Apa kisahmu?

Kulihat engkau selalu berjalan
Berkaki ayam dalam khayalan
Meneguk air hamis yang menghujani jiwamu
Dengan satu kebebasan
dalam ruang realiti yang sempit.

Siapa dirimu sebelumnya?
Adakah engkau seorang ayah
yang pernah membanting tulang siang malam,
Untuk menyara anak-anakmu 
Ketika mereka masih menghargaimu?
Atau adakah engkau cebis-cebis sampah
yang dari lama dulu
mencemarkan setiap insan yang hadir dalam hidupmu?

Setiap kali aku lalu di situ,
Cahaya pagi masih lagi menyinar bumi
Dan aku lihat engkau masih beradu
Lalu ke arahnya aku berdoa
Semoga peraduanmu abadi
Melenyapkan penyesalan,
Melenyapkan penyiksaan,
yang berumah di jiwamu.

Duhai gelandang tua,
Beradulah selena-lenanya
Akan kukenang dirimu
Dalam puisi-puisi rekaanku
Tentang ceritera hidupmu.


No comments:

Post a Comment